Come Back

CARA MENGAWASI KAWANAN DOMBA ALLAH

 

Oleh Dr. Eddy Peter Purwanto, M.M.

 

Khotbah ini dikhotbahkan di Philadelphia Baptist Chapel

Sekolah Tinggi Teologi Injili Philadelphia

6 September 2006

 

            Minggu lalu kita telah berbicara tentang natur dari tugas mengawasi kawanan domba Allah, dan pada kesempatan ini kita akan membahas, bagaimana cara mengawasi kawanan domba Allah. Richard Baxter memberikan beberapa cara bagaimana mengawasi kawanan domba Allah (the manner of this oversight of the flock) yang akan sangat membantu para gembala dan pemimpin. Dan dalam makalah ini saya akan mengambil 10 hal penting dari 15 poin yang ia tekankan dalam bukunya The Reformed Pastor.. Bagaimana cara mengawasi kawanan domba Allah?

 

1. Pekerjaan pelayanan harus dilakukan murni hanya untuk Tuhan dan keselamatan jiwa-jiwa, bukan untuk keuntungan diri pribadi. Motivasi yang salah yang menjadi tujuan akhir dari pelayanan akan membuat pelayanan itu sendiri menjadi rusak. Jika kita melakukan pelayanan bukan untuk Tuhan, tetapi untuk diri kita sendiri, itu berarti bahwa kita tidak sedang melayani Tuhan, melainkan sedang melayani diri sendiri. Menyangkal diri adalah keharusan mutlak bagi setiap orang Kristen, namun bagi seorang hamba Tuhan itu dua kali lebih mutlak, karena tanpa itu Anda tidak dapat melayani Tuhan.  Anda mungkin telah belajar giat, memiliki banyak pengetahuan, dan berkhotbah dengan luar biasa, namun jika Anda memiliki motivasi pelayanan yang salah, yaitu pelayanan demi keuntungan pribadi, maka semua itu hanya akan memancarkan kemunafikan yang luar biasa dalam diri Anda sendiri. Benard berkata, “Beberapa orang belajar hanya untuk sekedar tahu dan itu adalah keingintahuan yang memalukan. Sementara yang lain belajar dengan tujuan agar mereka bisa menjual pengetahuan mereka itu, dan itu juga sangat memalukan. Yang lain lagi belajar hanya sekedar demi suatu reputasi, dan itu merupakan kesombongan yang memalukan. Namun ada beberapa orang belajar agar mereka dapat membangun orang lain, dan itu adalah sesuatu yang sangat terpuji; dan ada juga orang yang belajar agar diri mereka sendiri dapat dibangun, dan itu adalah orang yang bijaksana.”

 

2. Pekerjaan pelayanan harus dikerjakan dengan tekun dan dengan kerja keras, karena jika tidak, ini bisa berakibat buruk sekali baik bagi diri kita sendiri maupun bagi orang lain yang kita layani. Kita dipanggil untuk membawa dunia kepada keselamatan dari murka Allah, untuk menjadi ciptaan yang sempurna, agar mereka diselamatkan dari penghukuman neraka dan menjadi anggota warga kerajaan Kristus. Jadi bagaimana mungkin pekerjaan ini dapat dilakukan dengan santai. Ini memerlukan perjuangan, ketekunan dan kerja keras. Cassiodorus berkata, “Pada umumnya tingkatan pengetahuan itu tidak ada batasnya…. Semakin dalam pengetahuan digali semakin besar kehormatan yang dicapai.” Ini khusus dalam usaha mencari pengetahuan. Namun dengarkanlah apa yang Paulus pernah katakana, “Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil” (1 Korintus 9:16). Pernahkah Anda berpikir bahwa jika saya tidak segera bertindak, maka Setan akan bertindak terlebih dahulu, dan banyak orang binasa untuk selama-lamanya, dan kita dimintai pertangungjawaban atas darah mereka.

 

3. Pekerjaan  pelayanan harus dilakukan dengan bijaksana dan terencana. Susu harus diberikan sebelum memberikan makanan keras, dasar atau fondasi harus diletakkan sebelum kita membangun di atasnya. Manusia harus dibawa masuk ke dalam anugerah sebelum kita menuntut pekerjaan anugerah mereka. Karya pertobatan dari usaha sia-sia dan iman di dalam Kristus terlebih dahulu harus diajarkan. Kita tidak dapat mengajar mereka tentang hal melebihi kemampuan mereka untuk mencernanya. Gregory of Nyssa berkata, “Kita tidak mengajar anak-anak dengan ilmu pengetahuan yang dalam, namun pertama-tama kita harus mengajar mereka menulis huruf, membuat kalimat dst. Demikian juga dalam memimpin gereja pertama-tama kita harus memberikan pelajaran-pelajaran dasar, dan kemudian jika mereka sudah siap kita mengajar mereka tentang hal-hal yang lebih mendalam dan bahkan materi-materi yang sulit untuk difahami.”

 

4. Pengajaran kita harus jelas dan sesederhana mungkin. Seorang guru yang baik, ia akan mengerti bahwa ia harus berbicara dengan kata-kata dan pengertian yang mampu dipahami oleh para pendengarnya. Kebenaran mengasihi terang, artinya bahwa kebenaran harus disingkapkan dan bukan disembunyikan di balik kata-kata yang sengaja dibuat untuk menunjukkan kepintaran. Usaha menyembunyikan kebenaran dengan tujuan untuk menyombongkan diri adalah musuh kebenaran itu sendiri. Jika Anda tidak mau mengajar orang, mengapa Anda berdiri di mimbar? Dan jika Anda mau, mengapa Anda tidak berbicara yang dapat dimengerti oleh pendengar Anda?

 

5. Pekerjaan pelayanan harus dikerjakan dengan penuh kerendahan hati. Kita harus melayani dengan rendah hati bukan dengan kesombongan. Grotius berkata, “Kesombongan lahir di sorga, namun tempat itu tidak lagi terbuka untuknya, maka tidaklah mungkin kesombongan bisa kembali ke sorga!” Maksudnya mungkin adalah bahwa oleh karena kesombongannya Setan dan para malaikatnya diusir keluar dari sorga, bagaimana mungkin para pelayan yang sombong dapat kembali ke sana dengan kesombongannya. Allah yang mengusir malaikat yang sombong itu dari sorga tidak akan mengijinkan para pengkhotbah yang sombong masuk ke sana. Kesombongan adalah akar dari segala dosa. Agustinus berkata kepada Jerome, “Walaupun lebih pantas yang lebih tua mengajar dari pada belajar, namun lebih pantas lagi belajar dari pada menjadi bodoh.”

 

6. Khotbah harus disampaikan baik dengan lemah lembut maupun dengan tajam atau keras, tergantung dengan kebutuhan dan orang yang dilayani. Begitu juga dalam hal pemberian disiplin.

 

7. Kita harus melakukan setiap pekerjaan kita dengan serius, sungguh-sungguh dan penuh semangat. Pekerjaan kita menuntut kita lebih dari pada hanya sekedar skill. Bukanlah masalah kecil kita berdiri di depan jemaat Tuhan, dan menyampaikan berita keselamatan atau penghukuman. Kita harus melihat bahwa kita sendiri mengalami kebangunan rohani sebelum membangkitkan atau membangunkan rohani orang lain. Kita harus mengalami Firman itu sendiri sebelum meminta orang lain untuk mengalaminya.

 

8. Seluruh pelayanan kita harus dilakukan dengan penuh kelemahlembutan terhadap jemaat kita. Kita harus membiarkan mereka melihat bahwa tidak ada keuntungan yang kita kejar dalam pelayanan, namun biarkan mereka melihat bahwa justru merekalah yang memperoleh keuntungan melalui pelalayanan kita. Jika kita melakukan sesuatu yang baik kepada mereka, maka mereka juga akan mengasihi kita. Jika jemaat melihat Anda mengasihi mereka dengan tulus, maka mereka akan mendengarkan apapun dari Anda. Agustinus berkata, “Kasihilah Tuhan, dan lakukan apa yang Anda suka.” Kita sendiri akan memberikan segalanya kepada orang yang kita tahu telah mengasihi kita.

 

9. Kita harus mengerjakan pekerjaan kita dengan penuh kesabaran. Ketika kita telah mengajar mereka, berdoa untuk mereka, menguatkan mereka, menasehati mereka dengan segenap hati kita, dan menegur mereka yang tidak hidup dalam kebenaran, selanjutnya kita harus melakukan semua itu dengan penuh kesabaran. Ketika orang berdosa dinasehati biasanya mereka melawan bahkan mungkin membenci dan memusuhi Anda, namun Anda harus menunjukkan kesabaran kepada mereka dengan menyadari bahwa itulah natur manusia yang sudah rusak yang harus terus dilayani supaya memperoleh pembaharuan. Kesabaran dapat mengalahkan segala-galanya.

 

10. Setiap pekerjaan kita harus dimanage untuk kemuliaan nama Tuhan. Buatlah jemaat mengalami kehadiran Tuhan dalam ibadah, dan bukan hanya sekedar ibadah yang tidak memiliki efek apa-apa dalam kehidupan kerohanian mereka. Namun saya mau menegaskan bahwa yang dimaksudkan di sini ibadah yang dipenuhi hadirat Tuhan dalam pengertian yang sesungguhnya, atau pengalaman yang menyentuh rohani, dan bukan “kehadiran Tuhan” dalam “perasaan”, atau pengalaman yang hanya menyentuh psikis.


 

[*] Diadaptasi dari Richard Baxter's The Reformed Pastor.