Come Back

 

MEMIKIRKAN KEMBALI METODE PENGINJILAN KAUM PURITAN

 

Oleh Dr. Eddy Peter Purwanto

 Dikhotbahkan di Philadelphia Baptist Fellowship, 16 April 2006

 

            Apakah Puritan itu? Siapakah mereka yang disebut sebagai kaum Puritan? Khotbah ini akan memberikan gambaran kepada Anda tentang kaum Puritan. Menurut Dr. Joel R. Beeke, “Penggunaan kata Puritan bukan hanya untuk orang-orang yang dikeluarkan dari Church of England dengan the Act of Uniformity-nya pada tahun 1662, namun juga orang-orang dari beberapa generasi setelah Reformasi di wilayah Inggris Raya dan Amerika Utara, yang berusaha mereformasi dan memurnikan gereja serta memimpin orang-orang kepada Alkitab, kehidupan yang saleh, mempertahankan konsistensi doktrin tentang anugerah.[1] Dari gambaran penjelasan tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa Puritan adalah gerakan untuk memimpin kekristenan kembali kepada Alkitab dan kehidupan yang kudus sebagai bukti dari pertobatan yang sejati. Oleh sebab itu, berita utama kaum Puritan adalah seruan pertobatan. Khotbah-khotbah maupun tulisan-tulisan kaum Puritan menekankan seruan untuk bertobat. Karya literatur pionir untuk penginjilan kaum Puritan adalah  Call to the Unconverted oleh Richard Baxter dan Alarm to the Unconverted yang ditulis oleh Joseph Alleine. Berita-berita atau khotbah-khotbah yang dikumandangkan oleh kaum Puritan sangatlah berbeda dengan khotbah-khotbah zaman ini yang cenderung dangkal dan tidak mengubah hati manusia. Tidak heran jika bangkitnya kaum Puritan identik dengan First and Second Great Awakening (Kebangunan Rohani Pertama dan Kedua) di Britain dan Amerika.

 

            Bangkit dan bertumbuhnya Puritan paling sedikit disebabkan oleh tiga kebutuhan utama pada zaman itu, yaitu: (1) Perlunya khotbah yang Alkitabiah dan pengajaran kebenaran; (2) perlunya kesucian personal yang menekankan pekerjaan Roh  Kudus dalam iman dan kehidupan orang percaya; dan (3) pembaharuan tatacara dan pemerintahan gereja menurut Alkitab. Oleh sebab itu, ungkapan “Puritan evangelism” seringkali dihubungkan dengan bagaimana Kaum Puritan memberitakan Firman Allah berhubungan dengan keselamatan orang-orang berdosa dari dosa dan konsekwensinya. Keselamatan diberikan hanya oleh anugerah, diterima dengan. Kaum Puritan bukan hanya memberitakan Kristus sehingga melalui kuasa Roh Kudus  orang-orang datang kepada Allah melalui Kristus; namun mereka juga memberitakan Kristus dengan menekankan bahwa orang percaya harus bertumbuh di dalam Dia, dan melayani Dia sebagai Tuhan dalam persekutuan dengan Jemaat-Nya dan dalam memperluas Kerajaan-Nya di muka bumi ini.

 

Apakah yang mengkarakteristik dari gerakan atau khotbah-khotbah kaum Puritan ini?

 

I. Kaum Puritan Mendasarkan Khotbah Mereka di atas Alkitab

 

            Edward Dering seorang tokoh Puritan berkata, “Hamba Tuhan yang setia, seperti Kristus, adalah orang yang hanya berkhotbah dari Alkitab saja.”[2] Dan John Owen menyetujuinya dengan berkata, “Tugas utama dan prinsip dari seorang Gembala adalah memberi makan kepada domba-dombanya dengan khotbah yang dalam dari Alkitab.”[3] Sebagaimana Miller Maclure katakan bahwa bagi kaum Puritan, khotbah tidak boleh memutarbalikan Kitab Suci, namun secara literal harus dari dalam Alkitab; bukan teks di dalam khotbah, namun khotbah di dalam teks.[4] Henry Smith yang juga adalah pengkhotbah Puritan berkata kepada jemaatnya, “Kita harus selalu menempatkan Firman Allah di depan kita sebagai  aturan hidup, dan tidak mempercayai yang lain selain apa yang diajarkan Alkitab, tidak mengasihi yang lain selain yang ditentukan Alkitab, tidak membenci yang lain selain yang dibenci Alkitab, tidak melakukan yang lain selain yang diperintahkan oleh Alkitab.”[5]

 

            Kutipan-kutipan dari para pengkhotbah di atas tentunya memberikan gambaran yang jelas kepada kita bahwa Kaum Puritan mendasarkan khotbah-khotbah mereka tidak lain selain dari Alkitab. Ini sangat berbeda dengan para pengkhotbah zaman ini. Bahkan menurut Dr. Joel R. Beeke para pengkhotbah saat ini lebih memahami sepak bola dan program tayangan-tanyangan  televisi, atau pengajaran Sigmund Freud dan Paul Tillich, dari pada melakukan seperti yang Musa dan Paulus lakukan.[6] Khotbah-khotbah masa kini cenderung mendasarkan pada kebutuhan-kebutuhan psikologis dari pada rohani manusia. Alkitab bukan lagi menjadi central pemberitaan, namun pemikiran-pemikiran psikologis dan anthropologis yang lebih ditekankan.

 

            Hank Hanegraaff menulis buku tentang ini, dengan judul Counterfeit Revival (Word, 1997). Dalam cover buku tersebut tertulis kalimat seperti berikut ini:

 

Para pemimpin Kristen… menyatakan bahwa kita sekarang berada di tengah kebangunan rohani yang terbesar di sepanjang sejarah. Dalam ketergesa-gesaan mereka mengatakan itu sebagai Kebangunan Rohani (Great Awakening), walaupun lebih tepat disebut Kesesatan Besar (Great Apostasy)Kebangunan Rohani yang palsu merupakan pencarian Allah di tempat yang salah. Seperti para pemimpin Kebangunan Rohani Palsu banyak menerapkan taktik manipulasi sosio-psikologikal, tema-tema mereka terjebak dalam bahaya subyektivisme. Tidak seorangpun kebal terhadap kekuatan sugesti massa. Sekali epidemik ini mengkontaminasi suatu gerakan, itu dapat membuat hitam tampak menjadi putih, mengaburkan realita, dan mengabadikan kemustahilan-kemustahilan. Dengan kekuatan penuh hal ini mendobrak para intelektual untuk menjadi seperti ragu, kaya, dan miskin. Agama-agama kafir dan bidat-bidat Kristen telah lama menyulap dan mempengaruhi pikiran untuk mempromosikan praktek-praktek mereka. Para pemimpin Kebanguan Rohani Palsu saat ini sedang mengikuti langkah-langkah mereka.[7]

 

 

II. Kaum Puritan Tidak Malu Mengkhotbahkan Khotbah-Khotbah Doktrinal

 

            Para penginjil Puritan melihat teologi sebagai disiplin praktis yang bersifat esensial. Seperti Ferguson tuliskan, “Bagi mereka teologi sistematika bagi seorang gembala sama dengan pengetahuan anatomi bagi seorang dokter.”[8] Setiap tulang manusia menjadi perhatian seorang dokter, begitu juga setiap doktrin harus menjadi perhatian bagi setiap pengkhotbah. Pada tahun tanggal 28 Desember 1958 Dr. W.A. Criswell berkhotbah di First Baptist Church of Dallas dengan tema “Adorning the Doctrine of God,” dan ia menjelaskan betapa pentingnya doktrin bagi pertumbuhan iman jemaat. Dr. W.A. Criswell berkata, “Doktrin adalah dasar di mana hidup kita dibangun di atasnya. Tragedi di zaman modern kita ini dapat  dengan mudah digambarkan seperti jutaan orang yang terpengauh untuk mempercayai bahwa ayat-ayat yang berkenaan dengan doktrin penting yang diwahyukan oleh Tuhan ini dianggap sudah ketinggalan jaman. Mereka adalah orang-orang dari abad pertengahan. Dan bahkan, hal yang kita harus lakukan pada zaman kita ini adalah tunduk kepada atheis di area ilmu pengetahuan dan pengagungan pengetahuan. Dan, mereka telah datang ke tempat yang  telah diciptakan oleh si monster Frankenstein, kita tunduk di hadapan dewa pengetahuan dan ilmu pengetahuan dan keilmiahan yang telah kita agung-agungkan. "Apabila dasar-dasar dihancurkan, apakah yang dapat dibuat oleh orang benar itu?” Semua hal ini adalah penting. Dan, ada berjuta-juta orang yang lain yang telah meninggalkan dasar-dasar kehidupan dan pengharapan orang Kristen yang agung ini dan menggantikannya dengan  filsafat yang palsu, secularism, dan materialisme.”[9]

 

            Dr. W.A. Criswell menggambarkan doktrin adalah kerangka tulang bagi tubuh manusia, dan praktek hidup kita sebagai daging yang membalut tulang itu sehingga kerang tulang itu menjadi indah untuk dipandang. Kita akan menjadi makhluk aneh tanpa susunan kerangka tulang ini. Suatu rongga tengkorak yang menjaga otak; suatu rongga dada yang menjaga dan melindungi dan sebagai wadah paru-paru dan jantung; susunan tulang belakang yang memungkinkan kita dapat berdiri tegak lurus; tulang paha sebagai daya penggerak; tumit dan tulang telapak kaki untuk berjalan; tulang pergelangan tangan dan tulang telapak tangan untuk dapat memegang. Para insinyur berkata ini adalah kerangka yang paling sempurna yang dijadikan Tuhan di muka bumi ini. Tanpa itu, tentunya kita akan menjadi makhluk yang aneh: hanya menyerupai gumpalan gumpalan daging saja. Seperti halnya kerangka tulang ini sangat dibutuhkan, begitu juga doktirn adalah sangat penting. Peter Marshall, suatu kali, berkata: “Orang yang tidak berdiri di atas sesuatu akan jatuh kepada sesuatu.” Maksudnya mungkin saja ada orang-orang tertentu yang akan berkata bahwa mereka tidak memerlukan doktrin, mereka menentang khotbah-khotbah yang bersifat doctrinal, padahal itulah doktrin mereka. 

 

 

III. Kaum Puritan Menyerukan Praktek Hidup Menurut Firman Tuhan

 

            Khotbah kaum Puritan menjelaskan bagaimana orang Kristen mencoba untuk menerapkan kebenaran Alkitab dalam hidup mereka. Dan Dr. Joel R. Beeke berkomentar, “Betapa berbedanya ini dengan banyak khotbah-khotbah masa kini! Zaman ini Firman Allah sering dikhotbahkan  dengan cara yang tidak akan pernah mentransformasi karena tidak pernah membedakan benar dan salah serta tidak pernah mendorong orang untuk melakukannya. Khotbah sudah dikurangi menjadi seperti memberikan kuliah, memenuhi keinginan dan kebutuhan manusia, atau suatu bentuk experientialism telah dipindahkan dari dasar Kitab Suci.”[10]

 

            Para pengkhotbah Kebangunan Rohani Pertama, atau kaum Puritan khususnya George Whitefield, menyelidiki hati orang-orang berdosa sampai mereka sendiri mengakui kenyataan dosa-dosa mereka. Whitefield, penginjil terbesar pada zaman itu, menekankan hal itu. Ia kemudian menunjukkan nurani mereka sendiri berhubungan dengan natur dosa warisan mereka, natur mereka yang berdosa, ketika mereka lahir, dan ketika mereka menjalani kehidupan mereka. Whitefield sering berkata bahwa manusia yang tidak merasakan kengerian oleh karena warisan natur dosanya, tidak dapat benar-benar bertobat di dalam Kristus.  Ia menekankan hal ini dengan kuatnya, sampai banyak orang dalam pelayanannya datang dengan kesadaran yang penuh bahwa mereka ada dalam kondisi menyedihkan di dalam Adam, sadar akan natur dosa mereka, warisan dari Adam, melanggar dan menentang Tuhan. Melanggar dan menentang adalah natur mereka, bahkan  sekalipun mereka tidak melakukan satu dosa pun, secara fisik, mereka tetap harus dihukum ke Neraka, karena natur mereka yang berdosa. Dan Pengkhotbah Puritan lainnya, Richard Baxter menegaskan bahwa orang-orang yang sudah mengalami konviksi ini harus melangkah menuju pertobatan sejati, yaitu change of mind (mengalami perubahan pikiran), change of heart (mengalamai perubahan hati), change of life (mengalami perubahan hidup), dan change of affection (mengalami perubahan afeksi).

 

 

 

IV. Khotbah Kaum Puritan Bersifat Penginjilan Holistik

 

Kaum Puritan menggunakan Alkitab untuk mengkonfrontasi semua orang. Mereka tidak melulu mengarahkan manusia untuk meresponi dasar dari banyak teks yang menekankan aspek penginjilan. Tentu tugas untuk meresponi Injil dalam iman adalah hal yang sangat penting, namun harus diingat bahwa selain itu ada tugas-tugas lain yang harus dikerjakan. Ada tugas untuk bertobat, bukan hanya seperti perasaan bersalah yang bersifat sementara, namun sebagai pertumbuhan hidup yang penuh. Kaum Puritan berkhotbah agar orang-orang berdosa “berhenti berbuat jahat” (Yes. 1:16), dan menjadi kudus seperti Allah yang adalah kudus.

 

Kaum Puritan mengkhotbahkan hukum Taurat sebelum Injil seperti cara Paulus menuliskan tiga pasal pertama dari Kitab Roma. Pertama-tama Rasul Paulus menjelaskan kesucian Allah dan hukum Taurat sehingga mulut orang berdosa akan bungkam dan seluruh dunia akan menemukan rasa bersalah dalam dirinya di hadapan Tuhan. Dengan demikian mereka dapat berbalik dari dosa-dosa mereka dan kembali kepada Allah dengan segenap hati mereka. Dr. R.L. Hymers, Jr berkata, “Khotbah pemberitaan Injil model lama selalu menunjukkan kepada manusia akan dosa mereka dan bahwa kegagalan mentaati hukum Taurat begitu jelas dan ditekankan, sebelum mempresentasikan Injil kepada mereka. Satu kesalahan terbesar dalam penginjilan modern, yang telah dipraktikkan seratus dua puluh lima tahun terakhir ini atau bahkan lebih, telah menjadi kebalikannya dari apa yang seharusnya, yaitu pertama-tama mempresentasikan kasih dan anugerah Kristus, dan kemudian hanya mempresentasikan teror hukum Taurat jika mereka menolak Kristus. Ini kebalikkan dari cara penyampaian Injil yang diajarkan dalam seluruh Alkitab, dan ini kebalikan dari cara yang telah dilakukan oleh para pengkhotbah penginjilan klasik di sepanjang abad. Luther, Wesly, Whitefield, Bunyan, dan semua pengkhotbah klasik dari tiga masa Kebangunan Rohani, yang selalu memulai khotbah mereka seperti yang diajarkan Alkitab, yaitu dengan mengkonfrontasi orang-orang berdosa yang terhilang dengan kondisi mereka yang sangat menyedihkan, keadaan mereka yang sangat mengerikan dan masa depan ajal mereka.”[11] 

 

            Dengan mengetahui empat karakteristik khotbah-khotbah kaum Puritan kita di atas kita dapat menjadikannya sebagai perbandingan dan ukuran untuk khotbah-khotbah masa kini. Khotbah-khotbah mereka memiliki kuasa untuk merubah hidup manusia yang berdosa, rusak dan jahat menjadi berbalik kepada Tuhan, mengalami perubahan sejati baik dalam pikiran, hati, hidup dan afeksi mereka. Suatu kali ketika George Whitefield sedang berkhotbah, di sana hadir seorang skeptis yang brilian, yaitu Thorpe dari Bristol. Orang ini memiliki club yang dinamakan Hell Fire Club. Mereka adalah kumpulan pencemooh Kekristenan. Ketika Thorpe mendengarkan khotbah Whitefield dengan seksama, pada saat itu ia mengalami pertobatan dan perubahan yang drastis. Ia tersungkur di hadapan Tuhan dan mengakui dosa-dosanya dan menyembut Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya. Setelah pulang, ia langsung pergi mengumpulkan anggota Hell Fire Club dan di sana ia mulai berkhotbah dengan mengkhotbahkan kembali khotbah Whitefield yang telah mempertobatkannya, dan beberapa orang di situ tersungkur dan bertobat. Sejak itu Thorpe dipakai Tuhan dengan luar biasa untuk membawa orang-orang bertobat dan percaya kepada Kristus.


 

[1] Dr. Joel R. Beeke, Puritan Evangelism. (Grand Rapids: Michigan, Reformation Heritage Books, 1999, hal. 2. Dr. Beeke mengutip penjelasan ini dari Peter Lewis, The Genius of Puritanism (Hayward Heath, Sussex: Carey, 1975), hal. 11.

[2] M. Derings Workes (1597; reprint New York: Da Capo Press, 1972), hal. 456.

[3] The Works of John Owen, ed. William H. Goold (1853; London: Banner of Truth Trust, 1965), 16:74.

[4] The Paul's Cross Sermons, 1534-1642 (Toronto: University of Toronto Press, 1958), hal. 165.

[5] “Food for New-Born Babes," in The Works of Henry Smith, ed. Thomas Smith (Edinburgh: James Nichol, 1866), 1:494.

[6] Dr. Joel R. Beeke, Puritan Evangelism. Hal. 5.

[7] Dikutip dari khotbah Dr. R.L. Hymers, Jr. The Days of Noah – Part VI. Dikhotbahkan di Kebaktian Malam, 2 Juni 2002, Fundamentalist Baptist Tabernacle of Los Angeles.

[8] Compromised Church, hal. 266

[9] Dr. W.A. Criswell, Adorning the Doctrine of God. (Video Sermon), Dallas: Texas, Criswell Foundation, 1958.

[10] ibid, hal. 13.

[11] Dr. R.l. Hymers, Jr, They HadTo Be Made Miserable Before They Could See. Khotbah ini dikhotbahkan di Kebaktian Malam Tahun Baru, 31 Desember, 2005, di Baptist Tabernacle of Los Angeles.