Come Back

ROH YANG MEMERDEKAKAN

 

Oleh Dr. Eddy Peter Purwanto, M.M., Ph.D.

 

Khotbah ini dikhotbahkan pada hari Minggu, 1 Oktober 2006

Di Philadelphia Baptist Fellowship Tangerang

 

“Sebab Tuhan adalah Roh; dan di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan” (II Korintus 3:17).

 

Kata “merdeka” adalah kata yang indah untuk didengar setiap orang. Merdeka adalah pengharapan bagi semua orang. Tidak ada seorangpun atau bangsa yang dengan rela diperbudak oleh orang lain. Mereka semua ingin menikmati kemerdekaan. C.H. Spurgeon berkata, “Kemerdekaan adalah hak bagi setiap orang. Mungkin saja ia lahir dari keluarga miskin; ia mungkin adalah anak yang terlantar; tidak memiliki asal-usul yang jelas; namun kemerdekaan adalah hak waris mereka yang tidak dapat dicabut. Hitam mungkin kulitnya; mungkin ia tidak memiliki kesempatan untuk sekolah; ia mungkin miskin sekali; mungkin ia hanya memiliki satu baju lusuh saja yang melekat di tubuhnya; namun mereka berhak memiliki kemerdekaan” [C.H. Spurgeon, “Spiritual Liberty” in The New Park Street Pulpit, volume 1].

Plato menulis buku yang berjudul “The Republic” yang berisi seruan untuk membentuk pemerintahan yang menjunjung tinggi kemerdekaan setiap manusia. Namun semua kemerdekaan yang ditawarkan oleh pemerintahan dunia hanyalah mimpi. Mengomentari karya Plato yang berjudul  Phaedo dalam  The Republic and Other Works, penerbit dalam edisi bahasa Indonesia berkata, “Pada akhirnya jika argumentasi Socrates itu terus ditarik, ada satu kesimpulan radikal, baik pada zaman Plato maupun zaman modern, yakni bahwa tidak ada harapan bagi kita untuk mencapai pengetahuan hakiki hinga kita terbebas dari tubuh melalui kematian. Maka inilah kata Socrates, ‘Orang lain tampaknya tidak menyadari bahwa orang yang mengikuti jalan filsafat dengan cara yang benar sesungguhnyalah tengah mempersiapkan dirinya untuk menghadapi maut dan menjalani kematian” [Plato, Matinya Socrates. Yogyakarta: Penerbit Benteng, 2003, hal. vi]. Dan komentar C.H. Spurgeon terhadap pengharapan akan kemerdekaan Plato dan lain-lain adalah, “Mereka adalah ahli-ahli teori mimpi; karena tidak akan pernah ada kemerdekaan di dunia ini, kemerdekaan ada hanya bila Roh Tuhan ada di sana.” [ibid].

 

Reformasi Protestan pecah karena dorongan kebutuhan akan kemerdekaan dari Tyranny Roma. Namun kemudian kita mengenal zaman Puritan, di mana banyak orang Puritan yang kehilangan kebebasan atau kemerdekaannya di tengah pemerintahan Protestan. Ketika mempersiapkan khotbah ini, bayangan tentang riwayat kehidupan John Bunyan selalu mampir ke dalam pikiran saya. Bunyan adalah seorang Puritan dan dia juga adalah pengkhotbah Baptis. Ia keluar masuk penjara hanya oleh karena ia berkhotbah tanpa surat izin dari pemerintah. Seorang yang memiliki panggilan suci religiusnya ditangkap dan dilempar ke dalam penjara sebagai kriminal. Tidak menutup kemungkinan, entah di Negara Kristen atau pun Islam, dalam bentuk pemerintahan Negara apapun, seringkali kemerdekaan atau kebebasan itu tidak dinikmati oleh setiap warga negaranya. Itu harus kita sadari dan fahami, karena kemerdekaan tidak datang dari manusia, tidak datang dari pemerintahan manusia, tetapi kemerdekaan ada di mana Roh Tuhan ada.

 

Teks kita berkata, “Sebab Tuhan adalah Roh; dan di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan.” Benarkah? Roh Tuhan memerdekakan kita dari apa?

 

 

Pertama, Di mana ada Roh Allah,

di situ ada kemerdekaan dari perbudakan dosa

 

C.H. Spurgeon berkata, “Semua macam perbudakan di dunia ini tidak ada yang lebih mengerikan di bandingkan dengan perbudakan dosa.” Begitu dahsyatkah perbudakan dosa itu? Benar. Perbudakan di dunia hanya menyebabkan penderitaan yang sementara dan paling parah diakhiri dengan kematian. Namun perbudakan dosa menyebabkan Anda menderita di Neraka (genena), terbakar dalam api yang tak pernah padam untuk selama-lamanya.

 

John Newton dulunya adalah seorang penjual budak, namun ia tidak menyadari bahwa dia sendiri sebenarnya adalah budak yang lebih menyedihkan. Ia memperbudak sesamanya, namun ia sendiri adalah budak dosa. Ketika ia berjumpa dengan Kristus, ketika ia mengalami pertobatan, ia sangat mengucap syukur kepada Tuhan yang telah memerdekakannya dari perbudakan dosa. Ketika Roh Tuhan masuk ke dalam hatinya pada saat ia bertobat, pada saat ia dilahirkan kembali, ia memperoleh kemerdekaan dari perbudakan dosa dan kemudian menjadi hamba Tuhan, anak kerajaan Allah. Sebelum saya melanjutkan khotbah saya ini, saya ingin kita menyanyikan lagu yang di tulis oleh John Newton yang menjadi doa syukurnya.

 

Sangat besar anug’rah-Nya,

     Yang t’lah ku alami!

Sesat aku dulu kala,

     S’lamatlah ku kini.

 

Oleh anug’rah hilanglah,

     Segala takutku;

Betapa indah anug’rah,

     Memb’ri  berkat restu

 

 (“Amazing Grace” by John Newton, 1725-1807). 

 

Pada tanggal 29 Mei 2005, dalam khotbahnya ‘Does the Existence of evil and Suffering Prove There is No God?” di Baptist Tabernacle of Los Angeles Dr. R.L. Hymers, Jr menceritakan tentang kisah Pendeta Richard Wurmbrand. Ia berkata,

 

Pendeta Richard Wurmbrand telah bertobat dari pandangan atheisnya pada waktu masih muda. Kemudian ia menghabiskan empat belas tahun siksaan dan penderitaan di penjara Komunis karena memberitakan Injil. Pada tahun 1964 Pendeta Wurmbrand dibebaskan dari pemerintahan Komunis Romania ketika orang-orang Kristen dari Barat menebusnya dengan $ 10,000 untuk kebebasannya. Pada Mei 1966 Wurmbrand bersaksi di depan Senat Amerika. Ia membuka kemejanya di depan para Senator dan menunjukkan 18 luka siksaan pada tubuhnya. Kisah ini diberitakan surat kabar di seluruh dunia. Saya kenal baik dengan Pendeta Wurmbrand. Istri saya dan saya pernah makan malam bersama dengan Pendeta dan Ibu Wurmbrand di rumah mereka. Ia pernah khotbah beberapa kali di gereja kami. Ia selalu duduk ketika berkhotbah karena telapak kakinya tertutup luka pukulan yang membuat ia susah berdiri.”

 

Dalam bukunya, Tortured for Christ, Pendeta Wurmbrand berbicara tentang seorang perempuan muda yang diadili karena memberitakan Injil. Hakim Komunis yang atheis itu berkata, “Agamamu adalah anti-saintifik.” Gadis itu menjawab,

"Apakah Anda lebih tahu banyak tentang sains melebihi Einstin dan Newton? Mereka percaya Tuhan. Alam semesta kita menggunakan nama Einstin. Saya pernah belajar di sekolah lanjutan atas yang namanya Einstinian universe. Einstin menulis, “Jika kita mendengarkan nabi-nabi orang Yahudi dan Kekristenan sebagaimana Yesus telah ajarkan dengan apa yang datang setelah itu, khususnya dari para imam, kita memiliki agama yang dapat menyelamatkan dunia dari segala kejahatan sosial.  Ini adalah tugas suci dari setiap orang untuk melakukan  dengan segenap hidupnya untuk membawa agama ini kepada kemenangan.”  Dan ingatlah Pavlov, seorang ahli psikologi terbesar kita! Bukankah buku-buku kita menyebutnya sebagai orang Kristen. Bahkan Marx, dalam kata pengantarnya untuk Das Kapital berkata bahwa “Kekristenan, khususnya dalam bentuk Protestannya, adalah agama yang ideal untuk menjelaskan karakter yang telah dirusak oleh dosa.” Saya memiliki karakter yang telah dirusak oleh dosa. Marx telah mengajar saya menjadi orang Kristen sehingga dapat menjelaskan ini. Bagaimana Anda sebagai Marxist (pengikut Marx) dapat mengadili saya untuk hal ini?” Ini sangat mudah untuk memahami mengapa hakim itu akhirnya terdiam. (Richard Wurmbrand, Tortured for Christ, Diane Books, 1976 reprint, p. 120).

Saya ingin Anda memperhatikan pernyataan Karl Marx dalam Das Kapital-nya. Ia berkata,Kekristenan, khususnya dalam bentuk Protestannya, adalah agama yang ideal untuk menjelaskan karakter yang telah dirusak oleh dosa.” Tidak dapat disangkal bahwa karakter semua manusia telah dirusak oleh dosa. Semua manusia berada di bawah perbudakan dosa. Namun “di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan dari perbudakan dosa.”

 

 

Kedua, di mana ada Roh Allah,

di situ ada kemerdekaan dari penghukuman dosa

 

            Apa itu? Itu adalah kematian kekal. Itu adalah penderitaan di neraka untuk selama-lamanya. Alkitab berkata, “upah dosa adalah maut” (Roma  6:23), “barangsiapa tidak percaya akan dihukum” (Markus 16:16), namun “kasih karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Roma 6:23), “barang siapa percaya diselamatkan” (Markus 16:16). Dan dengan tegas Rasul Paulus dalam inspirasi Roh Kudus berkata,

 

“Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus. Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut” (Roma 8:1-2).

 

C.H. Spurgeon berkata,

 

“Tentu ini bukanlah sesuatu yang manis untuk di dengar bila saya ragu bahwa bila saya mati saya harus masuk neraka. Tentu ini tidaklah menyenangkan bila sementara saya berdiri di sini saya percaya bahwa saya sedang berlayar ke hilir dan akhirnya karam di tangan Setan yang akan menjadi penyiksaku. Mengapa,.. ini adalah pikiran yang akan mengganggu saya; ini adalah pikiran yang akan menjadi kutukan paling pahit bagi keberadaan saya. Saya rela mati membusuk dikuburan saya dari pada harus mengalami penderitaan [di neraka] seperti itu. Ada beberapa dari Anda yang ada di sini tahu benar bahwa ketika Anda mati, Anda pasti masuk neraka” [ibid]

 

Paulus juga menulis,

 

“Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya dan yang telah mempercayakan pelayanan pendamaian itu kepada kami. Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka. Ia telah mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami. Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami; dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah” (2 Korintus 5:18-20).

 

Mengomentari ayat ini, Dr. W.A. Criswell berkata,

 

“Kata yang diterjemahkan “mendamaikan” (katallagete) dan kata “pendamaian” (katallages) memiliki pengertian “atonement” atau “penebusan” yang memiliki arti dasar menukar dengan uang. Kata pendamain menunjukan perubahan dari yang dulunya adalah musuh dan sekarang menjadi teman atau yang dulunya dibenci dan sekarang dikasihi. Kata ini digunakan di sini untuk menjelaskan apa yang Kristus Yesus telah lakukan bagi kita. Ia telah membeli kita. Ia telah menebus kita. Ia telah membayar harga untuk menebus kita” [Dr. W.A. Criswell, The Great Doctrines of the Bible, (Grand Rapids: Michigan, Zondervan Publishing House, 1982), volume 2, hal. 135]

 

 

 

Ketiga, di mana ada Roh Allah,

di situ ada kemerdekaan dari rasa bersalah

 

 

Dr. W.A. Criswell berkata, “Dapatkah batu-batu karang dan gunung-gunung menyembunyikan kita dari hari penghakiman Allah yang Mahakuasa? Apakah batu-batu karang dan gunung-gunung dapat menutupi dosa dan pelanggaran-pelanggaran kita? Seluruh generasi atau seluruh menusia merasakan di dalam jiwa mereka bahwa perasaan bersalah dan terhakimi akan dosa-dosa ada di dalam hati. Itu adalah sensitifitas moral kita” [ibid, hal. 133]

 

Dalam khotbahnya ini Dr. W.A. Criswell juga menceritakan suatu kisah tentang Lady Macbeth. Ia berkata,

 

“Mungkin kisah yang paling dramatis dari semua drama yang pernah ditulis adalah kisah tentang Macbeth. Atas dorongan Lady Macbeth, suaminya mengambil belati dan menghujamkan ke jantung tamu yang ada di istananya sendiri. Ia membunuh Duncan raja Skotlandia. Ketika ia kembali kepada Lady Macbeth, tangannya berlumuran darah yang mengalir dari belati itu. Lady Macbeth berkata kepada suaminya: “Pergi dan cucilah tanganmu. Sedikit air akan membersihkan diri kita dari benih ini.” Ketika Macbeth menyuruh suaminya untuk membersihkan tangannya, suaminya itu berkata: ‘Akankah samudera raya Neptune dapat membersihkan darah ini bersih dari tanganku? Tidak! Tanganku ini akan menyebabkan semua lautan memerah, membuat samudera biru menjadi merah.’” [ibid, hal. 134]

 

Kesadaran akan moral yang rusak dan bobrok bersifat universal. Kita adalah manusia yang telah jatuh ke dalam dosa dan sedang sekarat. Baik pikiran, hati, kehendak dan hidup kita semuanya itu telah jatuh ke dalam dosa.

 

Namun C.H. Spurgeon berkata,

 

“Orang Kristen secara positif seharusnya tidak terus menerus hidup dalam persaan bersalah ketika ia percaya. Bila Ratu oleh karena kebaikan hatinya memberikan pengampunan kepada seorang pembunuh, sehingga orang itu tidak dapat dijatuhi hukuman; namun ia toh masih diliputi oleh rasa bersalah; maka walaupun ribuan pengampunan diberikan kepadanya, ia tetap hidup dalam perasaan bersalah. Jadi walaupun hukum tidak dapat menyentuhnya, namun perbuatan jahatnya selalu ada di pikirannya, dan label sebagai pembunuh akan tetap melekat kepadanya seumur hidupnya. Tetapi orang Kristen bukan hanya diselamatkan atau dibebaskan dari perbudakan dan penghukuman, namun secara positif mereka telah diampuni atau dibebaskan dari rasa bersalah” [ibid].

 

Apa yang dikatakan oleh Spurgeon ini mengingatkan saya akan cerita Dr. W.A. Criswell tentang Dr. George Truett, seorang pengkhotbah besar yang menggembalakan First Baptist Church in Dallas sebelum dirinya, yang ia ceritakan dalam khotbahnya “The Great Fact of the Gospel: Jesus is Alive.

 

Dr. George Truett berteman baik dengan orang penting di negara bagian itu dan yang juga menjadi jemaat di gereja ini. Dia adalah Kapten J.C. Arnold. Kapten Arnold adalah Kapten pertama dari pasukan keamanaan Texas dan kemudian menjadi kepala kepolisian untuk kota Dallas. Dr. Truett dan Kapten Arnold suatu kali pergi berburu di pedesaan Johnson. Kapten ini berjalan di depan Dr. Truett. Kemudian tanpa ia sadari, Dr. Truett memindahkan senapan yang ia pegang dari tangan satu ke tangan satunya. Ketika ia melakukan itu, tanpa sengaja ia menyentuh pelatuk senapan itu dan langsung senapan itu meletus mengenai orang yang di depannya, yaitu sahabat terbaiknya itu, Kapten Arnold. Ia mati karena luka itu. Kemudian Dr. Truett jatuh ke dalam kesedihan yang begitu mendalam yang tak dapat dilukiskan. Ia berkata bahwa ia tidak akan pernah lagi dapat mengangkat wajahnya untuk berkhotbah. Hari-hari telah ia lalui dan ia tidak pernah bisa tidur. Jiwanya mengalami kesedihan yang begitu mendalam. Ia begitu tertekan. Namun suatu Sabtu malam ketika ia tertidur untuk pertama kalinya setelah berhari-hari ia tidak bisa tidur, Yesus menampakkan diri dalam mimpi, Ia berkata untuk Dr. Truett, “Jangan takut karena dari saat ini kamu adalah pengkhotbah-Ku.”

 

Dr. Truett terbangun dan kemudian ia tidur kembali. Tuhan menampakkan diri-Nya lagi dalam mimpinya dengan mengatakan perkataan yang sama. Kemudian ia terjaga dan kemudian tidur kembali untuk ketiga kalinya dan Tuhan menampakkan diri kembali dalam mimpinya dengan memberikan kata-kata jaminan yang sama kepadanya. Segera terdengar berita tersebar ke seluruh kota Dallas bahwa Dr. Truett akan berkhotbah kembali. Jemaat-jemaat dari gereja lain meliburkan kebaktian mereka dan seluruh kota datang untuk mendengar hamba Allah yang besar ini berdiri di belakang mimbar suci itu.

 

 

Keempat, di mana ada Roh Allah,

di situ ada kemerdekaan dari perhambaan hukum Taurat

 

 “Banyak orang jujur karena takut polisi. Banyak orang tertip karena takut dilihat orang lain. Banyak orang kelihatannya alim karena tetangganya.” Itulah kata C.H. Spurgeon. Seperti itulah cara hidup orang yang berada di bawah perbudakan hukum Taurat. Mereka melakukan kebaikan atau keagamaan mereka oleh karena tuntutan dari hukum, dan bukan kesadaran yang murni keluar dari dalam hatinya yang paling dalam. Bahkan tidak sedikit orang yang menyebut dirinya “Kristen” namun hidup seperti halnya hidup di bawah perbudakan hukum Taurat.

 

C.H. Spurgeon memberikan gambaran yang jelas tentang hal itu. Ia berkata,

 

“Aku tahu bahwa sebelum aku masuk ke dalam kemerdekaan sebagai anak-anak Allah, jika aku pergi ke rumah Tuhan, aku pergi oleh karena aku berpikir bahwa aku harus melakukannya, jika aku berdoa, itu karena aku takut kemalangan menimpaku ketika aku tidak melakukannya, jika aku pernah mengucap syukur kepada Allah oleh karena kemurahan-Nya, itu karena aku berpikir bahwa aku tidak akan memperolehnya lagi jika aku tidak mengucap syukur; jika aku melakukan perbuatan atau sesuatu yang baik, itu karena berharap Tuhan memberikan hadiah kepadaku pada hari akhir nanti, dan aku akan memperoleh banyak mahkota di sorga” [ibid].

 

Seperti itukah Anda? Jika itu adalah Anda maka Anda belum merdeka. Anda belum dimerdekakan dari perbudakan hukum Taurat. Namun apakah Anda seperti apa yang dikatakan oleh Spurgeon selanjutnya?

 

“Tetapi sekarang, hai orang Kristen, seperti apakah kemerdekaan Anda? Apa yang membuat Anda datang ke rumah Tuhan atau gereja? Kasihlah yang membuat kerelaan hatimu melangkah ke sana. Apa yang membuat Anda berlutut dan berdoa? Itu adalah karena anda seperti berbicara dengan Bapamu di tempat yang tersembunyi. Apa yang menyebabkan Anda membuka dompet Anda dan memberi dengan bebas? Itu karena Anda mengasihi anak-anak Tuhan yang hidup dalam kemiskinan, dan kamu merasa, bahwa Tuhan sudah memberikan banyak kepada Anda, sehingga Anda ingin memberikannya kembali untuk Kristus.  Apa yang membuat kamu hidup jujur, hidup benar dan taat pada peraturan? Apakah karena penjara? Bukan; biarpun tidak ada penjara, biarpun semua rantai atau borgol di buang ke laut; kita harus tetap hidup suci sama seperti sekarang ini.”

 

Itulah arti dimerdekakan dari Taurat. Anda hidup benar bukan oleh karena tuntutan dari sesuatu yang berada di luar diri Anda, misalnya hukum, namun Anda hidup benar oleh karena hati Anda yang sudah diubahkan oleh Tuhan yang senantiasa memancarkan kebaikan, kebanaran dan kesucian.

 

Walaupun Socrates bukanlah orang yang percaya kepada Yesus, namun ia memberikan pernyataan yang menurut saya benar berhubungan dengan hal ini. Ia berkata, “Kunci pertama menuju kebesaran adalah berada dalam realitas tentang apa diri kita sebagaimana yang tampak. Terlalu sering kita berusaha menjadi seorang “manusia yang berbuat” sebelum kita menjadi seorang “manusia yang menjadi.” Apa yang dikatakan oleh Socrates di sini berhubungan dengan integritas. Walaupun Socrates sendiri tidak dapat mencapai puncak dari pengetahuannya akan kebajikannya ini, yaitu seperti yang terlihat dari pernyataannya yang terkanal, “Hanya satu yang saya tahu bahwa saya tidak tahu apa-apa,” namun pernyataannya tentang intergritas patutlah kita salut terhadapnya. Menurut Socrates pengetahuan sejati adalah pengetahuan yang dapat dilakukan. Jika saya “tahu” berbohong itu dosa, tetapi saya melakukannya, maka sebenarnya secara esensi saya “tidak tahu.”

 

Apa yang dimaksudkan oleh Socrates adalah bahwa terlalu banyak orang ingin memiliki citra yang baik, walaupun tidak memiliki integritas yang baik. John Maxwell membedakan integritas dari citra seperti berikut ini, “Integritas bukanlah apa yang kita lakukan, tetapi lebih banyak siapa diri kita. Sedangkan citra adalah apa yang dipikirkan orang lain mengenai diri kita. Integritas adalah apa diri kita yang sesungguhnya” [John C. Maxwell, Developing the Leader within You. Edisi terjemahan, Jakarta: Binarupa Aksara, 1995, hal. 40].

 

Orang yang belum dimerdekakan dari perbudakan hukum Taurat mungkin memiliki citra yang baik. Orang melihat dia sebagai orang yang baik, penuh kasih, alim, taat agama dan sebagainya. Namun tanpa kelahiran kembali atau dimerdekakan oleh Roh Tuhan, ia tidak akan memiliki integritas yang sejati. Thomas Macauley berkata, “Ukuran watak seseorang yang sesungguhnya adalah apa yang akan dilakukannya kalau dia tidak akan ketahuan.” Bukankah ini senada  dengan apa yang dikatakan oleh pengkhotbah besar kita di atas, yaitu Spurgeon. “Di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan dari perbudakan hukum Taurat.

 

 

 

Kelima, di mana ada Roh Allah,

di situ ada kemerdekaan dari ketakutan akan kematian

 

            C.H. Spurgeon berkata, “Oh! Betapa banyaknya orang yang adalah budak dari rasa takut akan kematian. Separuh dari manusia di dunia ini takut akan kematian…. Siapakah orang yang tidak takut akan kematian? Saya akan memberitahu Anda. Itu adalah orang yang telah percaya kepada Tuhan atau telah diselamatkan.”

 

            Hal senada disampaikan juga oleh Dr. Criswell bahwa sudah menjadi pengalaman umum semua manusia bahwa manusia sangat takut akan kematian. Namun bagi kita yang ada di dalam Kristus, kematian bukanlah sesuatu yang mengerikan, namun suatu pintu menuju ke dalam kerajaan Sorga.

 

            John Bunyan menggambar kematian dalam novel terkenalnya yang berjudul Pilgrim Progress atau Perjalanan Seorang Musyafir bahwa bagi orang percaya kematian adalah jalan pintas menuju sorga. Jadi kematian yang menjadi kengerian bagi umat manusia, bagi dunia yang penuh dengan dosa, bukanlah kengerian bagi orang Kristen sejati, namun justru merupakan kebahagiaan bagi orang percaya. Itu adalah bukti bahwa “di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan dari ketakutan akan kematian.

 

            Dr. W.A. Criswell menceritakan pengalaman dalam pelayanan seperti berikut ini,

 

Di gereja kami ada sebuah keluarga yng memiliki seorang anak perempuan yang masih kecil yang juga ikut sekolah minggu. Gadis kecil ini dinyatakan oleh dokter bahwa ia akan mati. Ketika sang ibu sedang menggendong si anak kecil ini, anak itu mulai tidak bisa melihat lagi alias buta. Ia menangis kepada ibunya “Mami….Mami, ini gelap sekali dan aku takut!” Sang ibu menghibur anaknya dengan berkata “Sayang, Yesus sedang bersama kita di dalam gelap sama seperti ia bersama kita di dalam terang. Maka jangan takut ya.” Penghiburan Yesus adalah penghiburan Allah” [ibid: 95].

 

 

Ia juga menceritakan pengalamannya yang lain,

 

“Ketika saya berjalan melalui Rumah sakit Baylor beberapa bulan lalu saya bertemu dengan salah seorang pemudi kita. Saya tidak tahu bahwa ia ada di sana. Ia sedang memeriksakan kesehatannya. Setelah selesai diperiksa para dokter berkata kepadanya: “Anda telah mengalami penyakit saraf Lou Gehrig. Tidak ada harapan dan kamu akan mati.” Kemudian ia berkata kepada saya, “Saya ingin anda berdoa bersama saya dan menguatkan saya.”

 

Apa yang anda akan katakan? Apa yang telah saya katakan, saya berkata, “Saudariku yang kekasih, Allahlah, Yesuslah yang membuka pintu ke dunia lain dan bukan dokter, bukan rumah sakit, bukan ahli bedah. Tetapi itu adalah Yesus.” Saya berkata kepadanya. “Saya mungkin pergi melalui pintu itu lebih dahulu sebelum kamu. Saya mungkin melihat wajah-Nya lebih dahulu sebelum kamu. Semua itu ada di tangan Allah. Kita semua tidak tahu kapan waktunya, kapankah hari ini datang. Apakah besok pintu sorga terbuka, itu semua ada di tangan-Nya. Oleh karena itu janganlah takut.” Jangan takut Allah kita adalah Tuhan Yesus dan Ia adalah sahabat yang terbaik yang paling dekat dengan kita Juruselamat kita untuk selama-lamanya” [ibid: 96]

 

            Dari beberapa pengalaman di atas, ini menunjukkan bahwa orang Kristen sejati atau orang yang telah memperoleh keselamatan agung dari Tuhan melalui kelahiran kembali dan pertobatan sejati adalah orang-orang yang telah dimerdekakan dari rasa takutnya akan kematian yang menjadi sesuatu yang umum dalam instink kehidupan manusa.

 

            Dan sekarang saya harus menyimpulkan khotbah saya ini dengan memberikan beberapa pertanyaan kepada Anda. Apakah Anda sudah merdeka dari perbudakan dosa? Apakah Anda sudah merdeka dari hukuman dosa? Apakah Anda sudah merdeka dari rasa bersalah oleh karena dosa-dosa Anda? Apakah Anda sudah merdeka dari perbudakan Taurat? Dan apakah Anda sudah merdeka dari ketakutan akan kematian? Jika Anda belum dimerdekakan dari semua itu, datanglah kepada Yesus dengan iman. Serahkan seluruh hati Anda di dalam iman kepada Yesus. Maka Ia akan menyelamatkan Anda. Ia akan memerdekakan Anda. Ia akan memberikan Roh Kudus kepada Anda. Dan Roh Kudus akan tinggal di dalam hati Anda. Sehingga Anda akan mengalami kebenaran Firman Tuhan ini, yaitu “di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan dari perbudakan dosa, penghukuman dosa, rasa bersalah oleh karena dosa, hukum Taurat dan ketakutan akan kematian.

 

            Bukankah Anda senang dengan kata “merdeka.” Bukankah Anda ingin mengalami kemerdekaan di dalam hidup Anda. Maka janganlah berlambat-lambat. Datanglah kepada Kristus dalam iman, sekarang! Bukan besok atau lusa, tetapi sekarang!